A. Prinsip
Penyusunan Tes
Tes
adalah instrumen atau alat yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang
individu atau objek ( Ismaryati, ;2006 ) tes tersebut memiliki tujuan untuk
memperoleh data, nilai atau kemampuan dari sebuah testi melalui intrumen yang
sudah dibuat oleh testor.
a. Prinsip-prinsip dasar penyusunan Tes
Ada 6 prinsip dasar yang perlu dicermati
di dalam menyusun tes hasil belajar.
1)
Tes hasil belajar
harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
2)
Butir-butir soal
tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan
pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh
performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit
pengajaran.
3)
Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil
belajar harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur
hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
4)
Tes hasil belajar
harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang
diinginkan.
5)
Tes hasil belajar
harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
6) Tes hasil belajar disamping harus dapat
dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan
alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa
dan cara mengajar guru itu sendiri.
Ciri Penyusunan
Tes
1) Valid
atau validitas yang sering diartikan dengan ketetapan, kebenaran,
keshahihan atau keabsahan. Maka sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut
dengan secara tepat, secara benar, secara shahih atau secara absah dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur.
2) Reliabel
yang sering diterjemahkan dengan keajegan (stability) atau kemantapan (consystence).
Maka sebuah tes dapat dikatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang
digunakan dengan menggunakan tes tersebut secara berulangkali terhadap obyek
yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan
stabil
3) Obyektif
yang dapat diartikan dengan “menurut apa adanya”. Ditinjau dari isi atau
materi tesnya, tes diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajaran
yang telah diberikan sesuai atau sejalan dengan kompetensinya. Dan ditinjau
dari segi pemberian skor dan penentuan nilai hasil tesnya, maka pemberian.
4) praktis yang mengandung pengertian bahwa tes
hasil belajar tersebut dapat dilakukan dengan mudah, karena ada dua alasan:
a) Bersifat sederhana, tidak memerlukan peralatan
yang banyak atau peralajan yang
sulit pengadaannya,
b) Lengkap, tes tersebut telah dilengkapi
dengan petunjuk mengenai bagaimana cara
mengerjakannya, kunci jawabannya dan pedoman
scoring serta penentuan nilainya.
B.
Karakteristik Tes dan Pengukuran
Sebuah tes harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai alat
pengukur,sebab memang tidak jarang kesimpulan penting ditarik dan keputusan
pentingdiambil berdasarkan informasi-informasi yang berhasil diperoleh melaluipenggunaan
tes, padahal di lain pihak kita menyadari kelemahan-kelemahannyayang sebagaian
terletak pada kurang cermatnya kita memerikasa alat pengukut(tes) itu sendiri.
Pada
kegiatan pengetesan diharapkan pada persoalan memilih salah satu dari
dua atau lebih tes yang sejenis, oleh karena itu peneliti harus mengetahui
karakteristik atau persyaratan yang dapat dijadikan sebagai bahan pegangan
dalam menentukan tes yang akan digunakan. yang perlu diperhatikan yaitu :
a.
Validitas
Adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu tes. Suatu tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat
mengukur apa yang akan diukur
b.
Reliabilitas
Tes tersebut dikatakan dipercaya jika
memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan raliabel apa bila
hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan.
c.
Objektivitas
Objektivitas berarti tidak adanya unsur pribadi yang
mempengaruhi. Sebuah tes memiliki objektivitas apabila
dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi.
d.
Praktibilitas
Maksudnya bahwa tes harus praktis, mudah dilaksankan dan mudah
diperiksanya. Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang
tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis. artinya, tes itu mudah
dilaksanakan, mudah pemeriksaanya, dan di lengkapi petunjuk yang jelas sehingga
dapat diberikan atau diawali oleh orang lain dan juga mudah dalam membuat
administrasinya.
e.
Ekonomis
Tes memiliki sebutan ekonomis apabila pelaksanaan
tes itu tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan
waktu yang lama.
C.
Prosedur
Penyusunan Tes Tulis
a.
Definisi Tes Tulis
Tes Tertulis merupakan tes
dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk
tulisan. Tes tulis merupakan suatu tes
yang menuntut siswa memberikan jawaban secara tertulis. Menurut Prof. Dr. Rusli Lutan (99 : 2000) Tes Tulis disebut juga Tes
Kognitif, ada dua Jenis Tes Kognitif yaitu :
1.
Tes Objektif
Siswa dituntut untuk memilih beberapa kemungkinan
jawaban yang telah ter sedia atau memberi jawaban singkat atau mengisis
titik–titik ditempat yang tersedia.
Contoh : soal Pilihan Ganda, menjodohkan, Benar-salah, dan Jawaban
Singkat.
2.
Tes Subjektif
Tes jenis ini biasanya berupa
soal–soal yang masing–masing mengandung permasalahan yang dituntut penguraian
sebagai jawabannya. Siswa dituntut untuk berpikir lebih tinggi dengan
pengembangan pola pikir masing-masing. Contoh : soal Essay/ Uraian.
b.
Jenis Tes Objektif
Stanley dan Hopkins ( 1979) dalam Prof.
Dr. Rusli Lutan ( 100 : 2000),ada dua tipe tes Objektif :
1.
Tipe Jawaban Bebas ( jawaban Singkat)
2.
Tipe Jawaban tetap ( butir dengan jawaban yg telah ditetapkan) yg terdiri
dari :
-
Pilihan Ganda
-
Benar-salah
-
Penjodohan
-
Menyusun kembali
c.
Jenis Tes Subjektif
Ada 2 jenis
yaitu :
1.
Tes Jawaban Singkat
Contoh : Apakah pebedaan Transmigrasi dan
Urbanisasi ?
2.
Tes Jawaban Panjang / Luas
Contoh : Sebutkan Dan Jelaskan Pengaruh
Latihan Aerobik terhadap tubuh kita ?
Kelebihan Tes
Objektif
1) Validitas yang
tinggi
2) Memiliki tingkat kepercayaan ( reabilitas ) yang tinggi yang susah
dicapai tes essay
3) Dapat meliputi aspek-aspek bahan pelajaran dan kecakapan yang cukup
lengkap.
4) Petunjuknya mudah dimengerti dan pengarjaannya lebih mudah.
5) Skoring lebih mudah dan lebih cepat dari pada tes essay.
6) Item-item tes objektif dapat dianalisa dengan item analisis untuk meningkatkan mutu tes–tes yang akan datang.
7) Tes objektif dapat digunakan lagi berulang-ulang kali selama masih
valid dan tidak bocor.
Kekurangan Tes Objektif
1) Cara membuatnya memerlukan waktu, tenaga, pikiran dan ketekunan yang
banyak.
2) Tidak semua aspek pribadi anak dapat diukur dengan tes objektif. Tes objektif ini berhasil baik untuk mengukur ingatan atau
pengetahuan saja. Sukar untuk mengukur
berpikir,sikap dan keterampilan.
3) Jawaban anak belum tentu menunjukkan hasil yang sebenarnya sebab
anakanak kemungkinan hanya akan
mengira-ngira saja.
4) Kurang ekonomis, sebab banyak membutuhkan kertas dan lain-lain.
Kelebihan Tes Subjektif
1)
Dapat mengukur proses mental yang tinggi.
2)
Dapat mengukur kesanggupan siswa untuk menjawab pertanyaan dengan
kata–kata sendiri.
3)
Dapat mendorong siswa untuk mempelajari bagaimana menyusun dan menyatakan
pengertian mereka secara aktif dengan gaya bahasa dan caranya sendiri.
4)
Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam
bentuk kalimat yang bagus.
5)
Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.
6)
Sedikit sekali memberi kesempatan kepada siswa untuk menerka jawaban
ataupun untuk menyontek teman .
7)
Hanya memerlukan sedikit waktu untuk menulis soal.
8)
Memberi kemungkinan kepada guru untuk langsung menilai proses berpikir
masing–masing siswa.
9)
Mudah disiapkan dan disusun
Kekurangan Tes Subjektif
1)
Pengaruh subjektif cenderung berperan di dalam pemberian angka atau nilai.
2)
Biasanya soalnya sedikit sehingga kurang bisa mencakup seluruh isi bahan.
3)
Waktu memeriksa lama.
4)
Pertanyaan sering bersifat kabur, sukar dipastikan aspek mana yang
diperlukan.
d.
Prosedur Penyusunan Tes Objektif
1)
Nyatakanlah soal sejelas mungkin.
2)
Pilihlah kata–kata yang
mempunyai arti tepat.
3)
Hindarkan pengaturan kata–kata
yang kompleks atau janggal.
4)
Masukkan semua keterangan yang diperlukan sebagai dasar untk melakukan
permintaan jawaban.
5)
Hindarkan memasukkan kata–kata yang tidak berfungsi.
6)
Sesuaikan taraf kesukaran soal dengan kelompok dan tujuan yang
dimaksudkan.
7) Hindarkan isyarat kearah jawaban benar yang tidak
perlu.
8) Hindari penggunaan
kalimat yang berlebihan pada pokok soal.
9) Soal harus sesuai
dengan indikator.
10) Rumusan pokok soal
dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
11) Gambar, grafik,
tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan
berfungsi.
12) Setiap soal harus
menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
e.
Prosedur Penyusunan Tes Subjektif
1)
Menentukan tujuan pembelajaran
yang ingin diukur.
2)
Menentukan sampel yang representatif (mewakili).
3)
Pertanyaannya hendaknya
merupakan suatu perumusan masalah yang definif dan pasti.
4)
Setiap pertanyaan hendaknya
disertai deangan petunjuk yang jelas mengenai jawaban yang dikehendaki oleh
penyusun.
5)
Pada waktu menyusun sal-soal sudah dilenkapi
dengan knci jawabab serta bobot. Penilaiannya hendaknya seluruh bahan diolah
menjadi suatu persolan yang terintegrasi dan Konprehensip.
6)
Sediakan waktu yang cukup untuk menyusun soal.
7)
Soal–soal harus megandung persoalan/permasalahan, karena tes essay itu bukan
sekedar mengukur pengetahuan.
8)
Masalah itu dirumuskan secara eksplisit (jelas), karena rumusan yang
eksplisit itu akan menjauhkan dari kemungkinan–kemungkinan timbulnya interprestasi
yang berbeda–beda.
9)
Hendaknya soal tidak mengandung kalimat–kalimat yang disalin langsung
dari buku atau catatan.
10) Pada waktu menyusun
soal hendaknya sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya
Hendaknya diusahakan pertanyaan bervariasi antara ”jelaskan”, ”mengapa”, ”bagaimana”, ”seberapa
jauh”, agar dapat diketahui pengusaan siswa terhadap materi.
f.
Langkah menyusun Tes Tulis
Prosedur Penyusunan Tes Tulis
berbeda-beda, hal ini didasarkan dari jenis tes tulis apa yang akan di
buat,karena masing-masing jenis tes tulis memiliki keunggulan dan kekurangan,
namun secara umum,hal yg perlu di perhatikan :
1)
Menentukan tujuan penyusunan tes tsb.
2)
Pembatasan terhadap bahan yang akan di tes.
3)
Menentukan tujuan intruksional khusus dari tiap materi.
4)
Membuat daftar dari semua tujuan tsb.
5)
Menyusun butir soal dan kunci jawaban berdasarkan tujuan inrtuksional
khusus yg sudah disusun.
6)
Memiliki validitas, Reliabilitas, Objektibvitas, Praktibilitas dan
Ekonomis memiliki daya beda.
g.
Kriteria Penyusunan Tes
Keterampilan
Penyusunan
suatu tes keterampilan olahraga harus memenuhi berapa persyaratan. Para ahli
menyatakan persyaratan tersebut meliputi :
-
Kesahihan (validity),
-
Keajegan atau keterandalan (reliability),
-
Objektif,
-
Ekonomis,
-
Menarik, dan
-
Dapat dilaksanakan.
h.
Sifat Tes Keterampilan
Montoye
(1978) mengemukakan tes keterampilan olahraga memiliki rifat-sifat sebagai
berikut:
1) Tes
keterampilan olahraga harus dapat membedakan tingkat kemampuan dari orang coba.
2) Tes
keterampilan olahraga ditekankan pada kemampuan untuk menampilkan dasar
keterampilan olahraga, dan bukan hanya menghitung banyaknya variabel yang
mempengaruhi permainan dalam situasi pertandingan.
3) Semua
tes keterampilan olahraga memerlukan tingkat kekuatan dan daya tahan, sehingga
butir-butir tes yang ada harus memperlihatkan elemen-elemen yang penting.
4) Sejak
munculnya tes kemampuan motorik, banyak guru-guru pendidikan jasmani telah
terpedaya dan membandingkan tes kemampuan motorik secara umum dengan tes IQ (Intelegencia
Question) dari para ahli psikologi. Tetapi dalam kenyataannya sampai
sekarang tidak demikian. Contoh: Keterampilan senam tidak dapat dibandingkan
dengan kemampuan shooting dalam bolabasket.
5) Beberapa
kualitas utama seperti kecepatan, keseimbangan dan koordinasi secara umum
sesuai dengan variasi cabang olahraga tertentu.
i.
Kriteria Tes Keterampilan
Olahraga
yang Baik
Scott
(1959) menyatakan kriteria tes keterampilan olahraga meliputi :
1)
Tes harus mengukur kemampuan yang penting.
2) Tes harus menyerupai situasi permainan yang
sesungguhnya.
3) Tes harus mendorong bentuk permainan yang baik.
4)
Tes hanya melibatkan satu orang
saja.
5) Tes yang dilakukan harus menarik dan berarti.
6)
Tes harus dapat membedakan tingkat kemampuan.
7)
Tes harus dapat menunjang penskoran yang baik.
8) Tes harus dapat dinilai sebagian dengan
menggunakan statistik.
9) Tes yang akan digunakan harus memberikan cukup
percobaan.
10) Tes harus memberikan makna untuk interpretasi
penampilan.
D.
Pendekatan
Penilaian
Menurut Dick dan Corey (dalam Ngalim
Purwanto, 1997), penilaian dibedakan menjadi dua yaitu yang disebut Criterion
Reflected Test (CRT) atau Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan Norma Referenced
Test (NRT) atau Penilaian Acuan Norma (PAN). Dari hasil penilian ini akan
memperoleh suatu criteria atau standar tertentu yang telah ditentukan dalam
perencanaan penyusunan. Dari pengertian diatas ada dua jenis pendekatan untuk
penilaian yaitu :
a.
Penilaian Acuan Norma (PAN)
Ialah
penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap hasil dalam
kelompoknya. Pendekatan penilaian ini dapat dikatakan sebagai pendekatan “apa
adanya” dalam arti, bahwa patokan pembanding semat–mata diambil dari
kenyataan–kenyataan yang diperoleh pada saat pengukuran/penilaian itu
berlangsung, yaitu hasil belajar mahasiswa yang diukur itu beserta
pengolahannya, penilaian ataupun patokan yang terletak diluar hasil–hasil
pengukuran kelompok manusia. Dalam PAN ada dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama, karena
memang semua peserta diklat sudah pandai, maka bagi mereka yang memperoleh
nilai dibawah rata – rata pun sebetulnya juga pandai. Yang kedua justru
sebaliknya. Apabila semua peserta tidak pandai, walaupun mereka yang memperoleh
nilai diatas rata – rata pun mereka itu sebenarnya tidak pandai .
Ciri –ciri Penilaian Acuan Norma :
1)
Menentukan status setiap
peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya.
2)
Menggunakan kriteria yang
bersifat “relative”.
3)
Memiliki kecendrungan untuk
menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya.
4)
Memberikan skor yang
menggambarkan penguasaan kelompok.
Kelebihan Penilaian
Acuan Norma :
1)
Hasil PAN dapat
membuat guru bersikap positif dalam memperlakukan siswa sebagai individu yang
unik.
2)
Hasil PAN
akan merupakan informasi yang baik tentang kedudukan siswa dalam
kelompoknya.
3)
PAN dapat digunakan untuk menyeleksi calon siswa yang
dites secara ketat.
b.
Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian
ini untuk mengukur tingkat kemampuan dan keterampilan tertentu peserta didik.
Sesuai pernyataan mengatakan bahwa
tujuan PAP adalah untuk mengetahui apakah peserta didik telah mencapai tingkat
penguasaan atau ketuntasan belajar yang telah ditentukan. Artinya peserta
dinyatakan berhasil apabila dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
telah ditentukan standar nilainya oleh pengajar/guru. Standar penguasaan ini
dapat berupa penguasaan kelompok maksudnya (misal) bila 70% peserta mencapai nilai
ketentuan (passing grade), maka disimpulkan bahwa penguasaan kelompok sudah
baik sedangkan penguasaan individual yaitu apabila setiap individu dinyatakan
lulus karena penguasaannya 60% benar.
Kelebihan Penilaian Acuan Patokan
1)
Hasil pap
merupakan umpan balik yang dapat diguna-kan guru sebagai introspeksi
tentang program pembela-jaran yang telah dilaksanakan.
2)
Hasil pap
dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan tentang perlu atau tidaknya
penyajian ulang topik/materi tertentu.
3)
Hasil pap
dapat pula membantu guru merancang pelak-sanaan program remidi.
Persamaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) :
1)
Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi
spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk
tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus
2)
Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek
yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan
populasi siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
3) Untuk mandapatkan
informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua pengukuran sama-sama nenerlukan
item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan
instrument.
4) Keduanya mempersyaratkan
perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
5) Keduanya menggunakan
macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes penampilan atau
keterampilan.
6) Keduanya digunakan
ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.
Pebedaan Penilaian
Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) :
1)
Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus
dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan
biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak
butir tes untuk setiap perilaku.
2)
Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari
segi tingkat pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan
menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat
dilakukan oleh setiap peserta tes.
3)
Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai
tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan
terlalu sulit. Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang
relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat
kesulitannya.
4)
Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan
patokan digunakan terutama untuk penguasaan.
E.
Validitas
Tes
Validitas merupakan syarat yang terpenting
dalam suatu alat evaluasi. Suatu teknik evaluasi dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi jika evaluasi atau tes itu dapat mengukur apa yang sebenarnya akan
di ukur. Validitas bukanlah ciri yang mutlak dari suatu teknik evaluasi, ia
merupakan suatu ciri yang relatif terhadap tujuan yang hendak dicapai oleh
pembuat test. Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan
suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar 1986).
Tipe Validitas Tes
1)
Validitas isi
Merupakan validitas yang
diperhitungkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis
rasional. Bertujuan untuk menetapkan sejauh mana seseorang telah menguasai skill tertentu. Apakah
isi alat ukur benar-benar mengukur apa yang secara keseluruhan ingin diukur. Validitas
ini banyak digunakan untuk tes prestasi
2) Validitas konstruk
Tipe validitas yang
menunjukkan sejauhmana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk
teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986). Bertujuan untuk membuat
prediksi posisi seseorang di waktu yang akan datang pada suatu variabel
tertentu.Diperoleh dengan mengkorelasikan skor dari alat ukur (yang ingin diuji
validitasnya) dengan skor yang diperoleh dari kriteria
pada saat ini dan pada waktu yang akan datang. Kriteria merupakan
ukuran lain yang mengukur hal yang sama dengan alat ukur yang akan di uji
validitasnya.
3)
Validitas Berdasarkan Kriteria
Pendekatan validitas berdasar kriteria
menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian
skor alat ukur.
Faktor yang
Mempengaruhi Validitas Tes
a.
Faktor yang berasal dari dalam
tes
-
Tingat kesulitan item tes tidak tepat dengan materi pembelajaran yang
diterima siswa.
-
Arahan tes
yang disusun dengan makna tidak jelas sehingga dapat mempengaruhi tes.
-
Kata -kata
yang digunakan dalam struktur instrumen evaluasi terlalu sulit.
-
Item -itemdiskontruktif
dengan jelek.
-
Tingkat kesulitan
item tes tidak tepat dengan materi pembelajaran yang diterima siswa.
-
Waktu yang
dialokasikan tidak tepat.
-
Jumlah tes
terlalu sedikit sehingga tidak mewakili sampel materi pembelajaran
b.
Faktor yang berasal dari administrasi dan skor
-
Siswa tidak dapat mengikuti
arahan yang diberikan
-
Waktu pengerjaan
tidak cukup.
-
Adanya kecurangan
dalam tes.
-
Pemberian petunjuk
dari pengawas tidak dapat dilakukan pada semua siswa
-
Teknik pemberian
skor yang tidak konsisten
c.
Faktor yang berasal dari jawaban siswa
-
Siswa tdk mempunyai bakat dalam pelajaran tersebut.
Pendekatan Validitas
1)
Validitas tampang
Pendekatan ini
menggunakan penilaian subjektif dari subjek atau testee mengenai keabsahan tes.
Tentunya metode ini hanya dapat digunakan jika tujuan alat ukur memang secara
jelas dapat diketahui oleh testee.
2)
Validitas Isi
Pendekatan ini menggunakan
kriteria berupa tabel spesifikasi yang berisi domain dari tes. Domain ini dapat
berasal dari (1) teori yang mendukung konstruk yang diukur, (2) kurikulum, jika
pengukuran dilakukan pada hasil prestasi belajar (3) kebutuhan yang menjadi
persyaratan, ini khususnya jika pengukuran dimaksudkan sebagai alat seleksi.
3)
Validitas Kriteria
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan mengorelasikan
hasil tes (berupa skor) yang ingin diestimasi validitasnya dengan kriteria
berupa hasil tes lain atau perilaku prediksi yang diharapkan.
4)
Validitas Konstruk
Estimasi validitas konstruk dilakukan dengan
membandingkan 'perilaku' skor tes dengan teori yang mendasari tesnya.
F.
Realibilitas
Tes
Kata Realibilitas diambil dari bahasa
Inggris Reliability dari kata asal Reliable yang artinya dapat dipercaya. Reliabilaitas
adalah tingkat ketetapan suatu instrumen mengukur apa yang harus diukur. Reliabilitas
(keterpercayaan) tes menunjuk pada pengertian apakah suatu tes dapat mengukur
secara konsisten sesuatu yang akan diukur dari waktu ke waktu. Apabila suatu
tes memiliki kemampuan untuk menghasilkan pengukuran yang ajeg, tidak
berubah-ubah jika digunakan secara berulang-ulang pada sasaran yang sama, alat
ukur yang sama dan prosedur yang sama dapat dikatakan tes tersebut reliabel.
Menurut Sugiyono ( 2008: 183-185) teknik
pengujian Realibilitas Tes dibedakan menjadi :
a.
Eksternal
1)
Tes –retest
Instrument/tes yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan
dengan cara mencobakan instrumen
beberapa kali pada responden yang sama. dalam hal ini instrumentnya sama,
respondennya sama, dan waktunya berbeda.
2)
Equivalent
Instrument yang equivalen adalah pertanyan yang secara bahasa berbeda,
tetapi maksudnya sama. pengujian reliabilitas instrument dengan cara ini cukup
dilakukan sekali, tetapi intrumennya dua pada responden yang sama, waktu
sama, instrument berbeda.
3)
Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua
instrument yang equivalent ini beberapa kali, ke responden yang sama. jadi cara
ini merupakan gabungan pertama dan kedua.
b.
Internal
1)
Internal Consistency
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan
dengan cara mencobakan tes sekali saja, kemudian yang data diperoleh dianalisis
dengan teknik tertentu. hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi
reliabilitas tes.
Faktor yang mempengaruhi realibitas tes
1.
Hal yang berhubungan dengan tes itu sendiri.
panjang tes dan kualitas butirbutir soalnya. tes yang
terdiri dari banyak butir, tentu saja lebih valid dibandingkan dengan tes yang
hanya terdiri dari beberapa butir soal. tinggi rendahnya validitas merupakan
tinggi rendahnya reliabilitas tes.
2.
Hal yang berhubungan dengan tercoba.
suatu tes dicobakan kepada kelompok yang terdiri dari banyak siswa akan
mencerminkan keragaman hasil yang menggambarkan besar kecilnya reliabilitas
tes-tes yangdicobakan bukan kepada kelompok tidak terpilih, akan menunjukkan
reliabilitas yang lebih besar daripada yang dicobakan pada kelompok
tertentu yang diambil secara dipilih
3.
Hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes yang bersifat
administratif.
G.
Objektivitas
Tes
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam
melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi
terutama terkait dengan skoring yang dilakukan. Dengan
kata lain dapat diartikan bahwa objektivitas terkait dengan tingkat kesesuaian
antar penilai atau menunjukkan kesamaan hasil yang diberikan
oleh dua orang atau lebih pengetes terhadap objek yang sama. Bila
dikaitkan dengan reliabilitas maka objekvitas menekankan ketetapan (consistency)
pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam
hasil tes.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi
subjektivitas dari sesuatu tes yaitu :
1)
Bentuk tes
Tes
berbentuk uraian, akan memberi banyak kemungkinan kepada si penilai untuk
memberikan penilaian menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari
seorang siswa yang mengerjakan soal-soal dari sebuah tes,akan dapat berbeda
apabila dinilai oleh dua orang penilai. Itulah sebabnya pada waktu ini
ada kecenderungan penggunaan tes objektif di berbagai bidang. Untuk menghindari
masuknya unsur subjektivitas dari penilai, maka sistem skoringnya dapat
dilakukan dengan cara sebaik-baiknya, antara lain dengan membuat pedoman
skoring terlebih dahulu.
2)
Penilai
Subjektivitas
penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian. Faktor-faktor
yang mempengaruhi subjektivitas antara lain : kesan penilai terhadap siswa,
tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan, dsb. Untuk
menghindari atau mengurangi unsur subjektivitas dalam pekerjaan penilaian, maka
penialain atau evaluasi ini harus dilaksanakan dengan mengingat pedoman. Pedoman
yang dimaksud, terutama menyangkut masalah pengadministrasian yaitu kontinuitas
dan komprehensivitas.
Evaluasi
harus dilakukansecara kontinu (terus-menerus). Dengan
evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka guru akan memperoleh gambaran yang
lebih jelas tentang keadaan siswa. Tes yang diadakan secara on the spot
dan hanya satu atau duakali,tidak akan dapat memberikan hasil yang objektif
tentang keadaan siswa.
Evaluasi
harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh), yang dimaksud dengan evaluasi
yang komprehensif adalah atas berbagai segi peninjauan,yaitu :
1)
Mencakup keseluruhan.
2) Mencakup
berbagai aspek berpikir (ingatan, pemahaman, aplikasi,dsb).
3) Melalui berbagai
cara yaitu tes tertulis, tes lisan,tesperbuatan, pengamatan insidental dsb.
H. Prosedur pengukuran
a.
Berat badan dan Tinggi badan
Alat pengukur Berat Badan adalah TIMBANGAN.
Macam-macam timbangan :
1)
Timbangan injak otomatis dan
tidak otomatis
2)
Timbangan untuk bayi injak otomatis
dan tidak otomatis
3)
Timbangan gantung
4)
Timbangan lengkap dengan alat
pengukur tinggi badan
Gambar Timbangan ( sumber: PPT
kelompok 1)
Prosedur Pengukuran berat
badan :
1)
Lepas alas kaki, jam tangan dan pakaian luar.
2)
Sesuaikan jarum penunjung timbangan hingga sejajar angka nol kg.
3)
Pastikan posisi badan dalam
keadaan berdiri tegak, mata/kepala lurus ke arah depan, kaki tidak menekuk.
4)
Catat hasil angka yang ditunjukan jarum penunjuk dalam satuan kg.
Resiko
kesalahan dalam pengukuran Berat Badan:
1. Timbangan
tidak pada angka nol
2. Timbangan
tidak berada ditempat yang rata
3. Masih
menggunakan alas kaki, jam tangan atau pakaian yang tebal.
4. Badan
membungkuk atau tidak tegak lurus
5. Posisi
kaki menekuk
6. Pandangan
kebawah (pandangan harus lurus kedepan).
Alat ukur tinggi
badan menggunakan Microtoise Staturmeter.
Alat ini memiliki panjang
maksimal 200cm atau 2 meter, cara kerja alat ini adalah :
1)
Alat dipasang pada
dinding/tembok dengan ketinggian 200cm atau 2 meter.
2)
Seorang yang akan diukur
tingginya harus berdiri dibawah alat.
3)
Dibutuhkan satu orang lagi
untuk membantu menarik alat sampai diatas kepala, dan untuk membaca hasil.
4)
Hasil pengukuran pada jendela
Microtoise yaitu berupa angka dalam satuan centimeter.
Gambar Microtoise
Staturmeter (sumber: PPT
kelompok 1)
Prosedur pengukuran tinggi badan
1)
Lepas sepatu atau alas kaki.
2)
Berdiri tegak, pandangan lurus kedepan, telapak kaki menapak pada alas
3)
Berdiri posisi siap santai (bukan siap militer)
4)
tangan disamping badan terkulai lemas, tumit, betis, pantat, tulang
belikat dan kepala menempel pada dinding
5)
Ukur tinggi badan mulai dari tumit sampai puncak tengkorak dengan tongkat
pengukur.
6)
Catat hasil yang ditunjukan tongkat pengukur dalam satuan ( cm ).
Resiko kesalahan dalam
pengukuran Tinggi Badan:
1) Masih
menggunakan alas kaki, topi atau kerudung
2) Posisi
badan membungkuk atau tidak pada posisi siap.
3) Meteran
tidak menempel diatas kepala melainkan hanya diatas rambut. Pastikan meteran
menekan rambut.
b.
Tes power “Vertikal Jump”
Power merupakan kombinasi
antara kekuatan dan kecepatan dan merupakan dasar dalam setiap bentuk
aktifitas. Atau juga di sebut daya ledak yang mempunyai makna kemampuan untuk
mengeluarkan kekuatan maksimal dalam waktu relatif singkat.
Power (Daya Ledak) ada 2 bagian yaitu :
1.
Kekuatan Daya Ledak
Kekuatan ini digunakan untuk
mengatasi resistensi yang lebih rendah, tetapi dengan percepatan daya ledak
maksimal. Power ini sering digunakan untuk melakukan satu gerakan atau satu
ulangan (Lompat jauh, Lempar cakram).
2.
Kekuatan Gerak Cepat
Gerakan ini dilakukan
terhadap resitensi dengan percepatan di bawah maksimal, jenis ini digunakan
untuk melakukan gerakan yang berulang-ulang (berlari, mengayuh).
Pengukuran Power menggunakan Vertikal Jump
Tujuan Vertikal Jump mengetahui elastis kekuatan tungkai atau kemampuan
otot-otot tungkai untuk menggunakan kekuatan maksimal power yang di miliki.
Alat dan fasilitas yang digunakan :
1.
Papan Meter Jump
2.
Kapur halus
3.
Pembersih
4.
Dinding dan lantai rata
Gambar Papan Verctical Jump ( Sumber: PPT Kelompok 2)
Pelaksanaan
Posisi 1 : Tungai menekuk dengan sudut pada lutut kira-kira 110 Derajat,
berdiri dengan ujung kaki, tegak lurus dan tegakkan
tangan lurus ke atas (Bisa satu tangan) dimana ujung tangan diberi
kapur untuk penanda hasil raihan. Ukur tinggi taihan pada posisi satu
ini
Posisi 2 : Berdiri tungkai, tegak dan tngan lurus ke atas, alas dengan
ujung kaki (jinjit) ukur hasil raihan. Ukuran tinggi
raihan sebagai posisi 2.
Posisi 3 : Dari posisi 1 meraihkan tangan pada dinding/papan setelah
meloncat dengan power penuh, ukur hasil raihan.
Tinggi raihan sebagai posisi 3
h1 adalah raihan posisi 2 dikurangi raihan posisi 1
h2 adalah raihan posisi 3 dikurangi raihan posisi 2
Normal Power untuk laki-laki antara 2-2,5 HP, untuk perempuan 1,5-2 HP
Rumus :
Faktor yang Mengakibatkan Kesalahan pada saat Pengambilan
Terdapat 2 faktor yang mengakibatkan kesalahan. Yaitu:
Testi :
- Testi tidak
melakukan pemanasan terlebih dahulu
- Testi menggunakan
alas kaki/sepatu
- Testi tidak berdiri
menyamping pada dinding
- Testi melakukan
ayunan pada saat melakukan vertical jump
- Setelah mengukur
posisi 1 (raihan posisi 1), bentuk badan pada posisi 1 ini berubah waktu akan melakukan loncatan,
misalnya dengan adanya gerakan
pengayunan tubuh lebih kebawah(rendah) lagi.
Testor :
- Testor tidak memperhitungkan kondisi testi (keadaan
sehat atau sakit).
- Testor tidak menghapus kapur hasil lompatan
pertama.
- Testor memasang Papan meter jump tidak terpasang
dengan tepat.
- Dinding yang digunakan tidak rata.
- Lantai pijakan tidak rata
c.
Pengukuran kekuatan
Otot
Tungkai
menggunakan Leg Dynamometer
Prosedur Pengukuran
1.
Orang coba memegang tangkai dgn
kedua tangan di tengah dgn telapak tangan diletakkan pd hubungan antara paha
& tubuh.
2.
Cara memegang tangkai, telapak
tangan kiri menghadap ke depan sedangkan telapak tangan kanan mengahadap ke
kebelakang / sebaliknya.
3.
Perlu diperhatikan utk tetap pd
posisi tersebut diatas setelah sabuk diletakkan & pada
saat akan melakukan penarikan.
4.
Akhir putaran dari sabuk dipasang pada
satu ujung dari tangkai pemegang (handle) & ujung sabuk yg bebas diputar pada
ujung tangkai pemegang yang lainnya, dililitkan sedemikian rupa sehingga
terletak pada
tubuh. posisi ini akan memegang tangkai pemegang dengan
erat. Sabuk sebaiknya diletakkan serendah mungkin melalui pinggul.
5.
Orang coba
harus berdiri dengan posisi kedua kaki sama pada
back test. Lutut harus agak
membengkok dengan
sudut 1020,
akan didapatkan tarikan maksimal bila kedua kaki orang coba hampir lurus pada
akhir dari tarikan.
6.
Sebelum orang coba diberi instruksi untuk
menarik, testor harus yakin bahwa tangan & punggung lurus kepala
tegak & dada tegap. Bila rantai alat terlalu panjang, dapat
dipendekkan dengan
cara dililitkan.
7.
Setelah teste itu meluruskan
kedua tungkainya dengan maksimum, lalu kita lihat jarum alat-alat tersebut
menunjukkan angka berapa.
8.
Angka tersebut menyatakan
besarnya kekuatan otot tungkai teste.
9.
Pencatatan diambil satu skor dari
3 test yang tertinggi. dicatat sebagai skor dalam satuan kg, dengan
tingkat ketelitian 0,5 kg.
d.
Prosedur Pengukuran Lari Jarak
Pendek/Sprint
Tujuan
Tes ini bertujuan untuk mengukur kecepatan lari
seseorang.
Alat dan Perlengkapan
Stopwatch
sesuai kebutuhan, bendera start 1 buah, lintasan yang lurus dan rata dengan
jarak 50 m dari garis strat dan garis finish
Petugas
-
Starter 1 orang
-
Pengambil waktu menurut keperluan
-
Pengawas 1 orang
-
Pencatat 1 orang
Pelaksanaan
-
Start dilakukan dengan start berdiri.
-
Pada aba-aba “bersedia”, murid
(testee) berdiri dengan salah satu ujung jari kakinya sedekat mungkin dengan
garis start.
-
Pada aba-aba “siap”, murid
(testee) siap untuk berlari.
-
Pada aba-aba “ya”, murid
(testee) berlari secepat-cepatnya menempuh jarak 50 meter sampai melewati garis
finish.
-
Bersamaan dengan aba-aba “ya”,
stopwatch di jalankan dan di hentikan pada saat testee mencapai garis finish.
-
Setiap testee diberi kesempatan
2 kali.
Pencatatan
Hasil
-
Hasil yang dicatat adalah waktu
yang dicapai untuk menempuh jarak tersebut
-
Kedua hasil tes dicatat
-
Waktu yang dicapai dihitung
sampai persepuluh detik
Faktor
kesalahan
-
Antara pemberi aba-aba dan
pengambil waktu tidak bersamaan.
-
Keadaan lintasan.
-
Siswa berlari
sebelum aba-aba “ya” .
e.
Prosedur Pengkuran Dodging
Run
/ Zigzag
Tujuan
:
tes
zig-zag ini bertujuan untuk mengukur kelincahan seseorang untuk bergerak
memindahkan tubuhnya dari satu tempat ketempat lainnya atau bergerak melewati
rintangan dengan waktu yang secepat mungkin.
Perlengkapan yang diperlukan
diantaranya adalah :
-
Peluit
-
Stop watch
-
Kun / pancang
-
Garis start dan finish
Penguji :
-
Starter
-
Pengawas
-
Pengawas /pengambil
waktu
-
Pencatat hasil/waktu
Pelaksanaan
-
Peserta bersiap dibelakang
garis start.
-
Peserta konsentrasi pada bunyi peluit atau aba-aba.
-
Saat peluit dibunyikan peserta
sesegera mungkin berlari melewati rintangan sampai
melewati garis finish.
-
Stopwatch dijalankan ketika aba-aba/bunyi peluit
dibunyikan dan dihentikan ketika peserta masuk garis finish.
-
Setiap peserta diberikan kesempatan untuk melakukan 2
kali dan diambil waktu yang tercepat.
Pencatatan hasil
-
Pengambilan waktu diambil dua
kali dan diambil yang tercepat.
Faktor kesalahan
-
Starter dan pemegang stopwatch
kurang kompak.
-
Kekeliruan dalam membaca waktu
ataupun saat pencatatan waktu.
-
Lintasan atau area untuk lari
zig-zag licin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar